Sunday, May 15, 2016

Teknik Logoterapi

Logoterapi adalah istilah dari Viktor E. Frankl untuk bentuk  psikoterapinya yang didasarkan upaya memfokuskan klien kepada sebuah pengenalan dan penerimaan dirinya sendiri dengan cara-cara bermakna sebagai bagian dari suatu totalitas, termasuk dunia nyata yang di dalamnya mereka harus berfungsi. Pendekatan Viktor E. Frankl menyatukan elemen-elemen psikologi dinamik, eksistensialisme dan behaviorisme.

Tujuan Konseling

Tujuan dari konseling dalam pendekatan logoterapi ini diantaranya ialah mengajarkan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud, tujuan, makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab dan sesuatu yang dapat
mendedikasikan eksistensi kita. Namun kalaulah hidup diisi dengan penderitaaan pun, itu adalah kehidupan yang bermakna, karena keberanian menanggung tragedi yang tak tertanggungkan merupakan pencapaian atau prestasi dan kemenangan. Diharapkan agar klien bisa menemukan dan memenuhi makna serta tujuan hidupnya dengan jalan lebih menyadari sumber-sumber makna hidup, mengaktualisasi potensi diri, meningkatkan keakraban hubungan antarpribadi, berpikir dan bertindak positif, menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan, mengambil sikap tepat atas musibah yang dialami, serta memantabkan ibadah kepada tuhan.

Logoterapi membantu klien agar lebih sehat secara  emosional, dan salah satu cara untuk mencapainya adalah memperkenalkan filsafat hidup yang lebih sehat, yaitu mengajak untuk menemukan makna  hidupnya.Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
·    Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. 

Proses Konseling
Logoterapi dengan filsafat manusia, asas-asas, metode, dan pendekatannya memberi corak khusus pada kegiatan konseling sebagai salah satu bentuk aplikasinya. Karakteristik logoterapi bisa dilihat dari tujuan konseling logoterapi yaitu diharapkan agar pasien bisa menemukan dan memenuhi makna serta tujuan hidupnya dengan jalan lebih menyadari sumber-sumber makna hidup, mengaktualisasi potensi diri, meningkatkan keakraban hubungan antarpribadi, berpikir dan bertindak positif, menunjukkan prestasi dan kualitas kerja optimal, mendalami nilai-nilai kehidupan, mengambil sikap tepat atas musibah yang dialami, serta memantabkan ibadah kepada tuhan. Jadi dari gambaran diatas menunjukkan bahwa konseling logoterapi merupakan konseling individual untuk masalah ketidakjelasan makna dan tujuan hidup, yang sering menimbulkan kehampaan dan hilangnya gairah hidup. Jadi bukan untuk problema eksistensial dan patologis berat yang memerlukan bantuan psikoterapi. Selain itu karakteristik konseling logoterapi adalah jangka pendek, berorientasi masa depan, dan berorientasi pada makna hidup. Dalam konseling ini, khususnya dalam proses penemuan makna hidup, terapis bertindak sebagai rekan-yang-berperan-serta (the participating partner) yang sedikit demi sedikit menarik keterlibatannya bila klien telah mulai menyadari dan menemukan makna hidupnya. Untuk itu relasi konselor dengan klien harus mengembangkan ecounter, yaitu hubungan antar pribadi yang ditandai oleh keakraban dan keterbukaan, serta sikap dan kesediaan untuk saling menghargai, memahami, dan menerima sepenuhnya satu sama lain. Fungsi terapis dalam hal ini adalah membantu  membuka cakrawala pandangan klien terhadap berbagai nilai dan pengalaman hidup yang secara potensial memungkinkan ditemukannya makna hidup, yakni bekerja dan berkarya (creative values); menghayati cinta kasih, keindahan. Dan kebenaran (experiential values); sikap yang tepat menghadapi musibah yang tak terelakkan (attitudinal values); serta memiliki harapan akan terjadinya perubahan yang lebih baik dimasa mendatang.

Tahapan Konseling

Proses konseling pada umumnya mencakup tahap-tahap: perkenalan, pengungkapan, dan penjajagan masalah, pembahasan bersama, evaluasi dan penyimpulan, serta pengubahan sikap dan perilaku. Biasanya setelah masa konseling berakhir  masih dilanjutkan dengan pemantauan atas upaya
perubahan perilaku dan klien dapat melakukan konsultasi lanjutan apabila memerlukan. Dilain pihak tentu saja corak dan proses konseling dapat berbeda-beda sesuai teori dan metode yang dianut, serta permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Elisabeth Lukas misalnya mengajukan empat langkah logoterapi, sebagai berikut :
  • mengambil jarak atas symptom: terapis membantu menyadarkan klien bahwa simptom sama sekali tidak "mewakili" dirinya. Simptom tidak lain hanyalah kondisi yang "dimiliki" dan dapat dikendalikan.
  • modifikasi sikap: terapis–tanpa  melimpahkan pandangan dan sikap pribadinya- membantu klien untuk mendapatkan pandangan baru atas diri sendiri dan situasi hidupnya, kemudian menentukan sikap baru untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam mencapai kehidupan yang lebih sehat.
  • pengurangan simptom: terapis membantu klien menerapkan teknik-teknik logoterapi untuk menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi dan mengendalikan sendiri keluhan dan simptomnya.
  • orientasi terhadap makna: terapis bersama kliennya membahas nilai dan  makna hidup yang secara potensial ada dalam kehidupan klien, kemudian memperdalam dan menjabarkannya menjadi tujuan-tujuan yang lebih kongkrit. Dan dalam kenyataanya, konseling logoterapi sangat luwes, dalam artian bisa direktif  dan bisa non direktif serta tidak kaku dalam mengikuti tahapan-tahapan konseling. Logoterapi juga telah ada beberapa yang memodifikasi dan juga dipadukan dengan pendekatan lain. Dengan logoterapi yang dipadukan dengan metode-metode dan pemikiran lain, konselor bisa mengaplikasikan dalam suasana yang berbeda-beda, baik yang bersifat sosial, kultural, dan rasial. Sehingga seperti menurut (Omar ali Shah: 2002) menjadi teknik yang riel, karena terapi yang riel bukanlah  menggunakan terapi (termasuk konseling) yang dikenal paling efektif, tetapi menggunakan  yang cocok dan saling melengkapi.
 Aplikasi Konseling Logoterapi

Seperti konseling pada umumnya- merupakan kegiatan menolong dimana seorang konselor memberikan bantuan psikologis kepada seorang klien yang membutuhkan bantuan untuk pengmbangan diri. Dengan demikian, proses dan tahap-tahap konseling logoterapi pada dasarnya sejalan dengan proses dan tahap-tahap konseling pada umumnya, sedangkan komponen-komponen logoterapi sebagai kualitas-kualitas insani yang dibahas selama konseling.
Tahap pertama, perkenalan dan pembinaan raport diawali dengan menciptakan suasana nyaman untuk konsultasi dengan membina raport yang makin lama makin membuka peluang untuk sebuah ecounter. Inti sebuah ecounter adalah penghargaan pada sesama manusia, ketulusan hati, dan pelayanan. Percakapan pada tahap ini tak jarang memberikan efek terapi bagi klien. Omar ali Shah: Antara konselor dan klien sering ada batas dan dinding yang, disamping diciptakan oleh klien, tapi terkadang juga konselor menciptakan batas dan dinding itu. Ecounter ini merupakan karakteristik logoterapi, yang berbeda dengan konseling psikologi barat pada umumnya, menurut Agha praktisi terapi sufi, cinta adalah faktor yang absen dalam pemikiran psikologi barat. Masih menurut Agha padahal dasar setiap terapi adalah 50% cinta dan 50% pemahaman terhadap pasien. Jika memadukan kedua unsur itu maka terapis secara otomatis mengembangkan sebuah sikap dan teknik yang baik terhadap pasien dan problem-problemnya. Pemikiran Agha tentang terapi tentu juga bisa diterapkan untuk konseling logoterapi ini.
Tahap kedua, pengungkapan dan penjajagan masalah, konselor mulai membuka dialog mengenai masalah yang dihadapi klien. Berbeda denga konseling lain yang cenderung membiarkan klien "sepuasnya"  mengungkapkan masalahnya, dalam logoterapi klien sejak awal diarahkan untuk menghadapi masalah itu sebagai kenyataan.
Tahap ketiga, pada tahap pembahasan pertama,  konselor dank klien bersama-sama membahas dan menyamakan persepsi atas  masalah yang dihadapi. Tujuannya untuk menemukan arti hidup sekalipun dalam penderitaan.
Tahap keempat, tahap evaluasi dan penyimpulan mencoba memberi interpretasi   atas informasi yang diperoleh sebagai bahan untuk tahap selanjutnya, ketahap lima.
Tahap kelima, pada tahap perubahan sikap dan perilaku klien ini tercakup modifikasi sikap, orientasi terhadap makna hidup, penemuan dan pemenuhan makna, dan pengurangan simptom.

Teknik Konseling
Logoterapi tidak hanya mengemukakan asas-asas dan filsafat manusia yang bercorak humanistik eksistensial, tetapi juga mengembangkan metode dan teknik-teknik terapi untuk mengatasi gangguan-gangguan neurosis somatogenik, neurosis psikogenik, dan neurosis noogenik. Metode-metode ini merupakan jabaran dari pandangan logoterapi yang mengakui kepribadian manusia sebagai totalitasraga-jiwa-rohani dan logoterapi memfungsikan potensi berbagai kualitas insani untuk mengembangkan metode dan teknik-teknik terapi.
Frankl mengembangkan logoterapi bukan sekedar sekumpulan teori, tetapi juga terdapat teknik-teknik terapi yang spesifik, yang menjadikan logoterapi suatu pendekatan psikoterapi yang memiliki fungsi pemecahan praktis. Teknik-teknik terapi yang dimaksud adalah intensif pradoksikal, derefleksi, bimbingan rohani, dan eksistensial analisis.
Menurut Frankl, penting untuk untuk dicermati apakah kasus-kasus pasien berkaitan dengan wilayah empirik atau wilayah transenden. Sebab kalau kasus-kasus kongkret seperti ketakutan pada ruangterbuka dan fobia-fobia itu tidak bisa diselesaikan dengan pemahaman filosofis. Namun sebelum memahami teknik- teknik  paradoxical intention dan dereflection, perlu dibahas lebih dulu suatu fenomena klinis yang disebut anticipatory anxiety, yakni rasa cemas akan munculnya suatu gejala patologis tertentu yang justru benar-benar memunculkan apa yang dicemaskannya itu dan tercetusnya gejala tersebutakan meningkatkan intensitas kecemasan. Dengan demikian penderita sebenarnya mengalami perasaan “takut menjadi takut” sehingga seakan-akan terjerat dalam lingkaran kecemasan yang tak berakhir. Terhadap  anticipatory anxiety biasanya para penderita mengembangkan tiga pola reaksi khusus yang dalam logoterapi dikenal sebagai:  fligh from fear, fight against obsession, dan fight for pleasure. Dalam pola flight from fear penderita menghindari semua objek yang ditakuti dan dicemaskannya. Reaksi ini terdapat pada semua reaksi cemas, dan secara khas terdapat pada fobia. Sementara itu, pada fight again obsession penderita mencurahkan segala daya upaya utnuk mengendalikan dan menahan agar tidak sampai tercetus suatu dorongan aneh yang kuat dalam dirinya. Namun kenyataanya, makin keras upaya menahannya, makin kuat pula dorongan untuk
muncul dan makin tegang pula perasaan penderita. Pola reaksi ini jelas merupakan pola reaksi khas gangguan obsesi dan kompulsi.
Pada  fight for plesure terdapat hasrat yang berlebihan untuk memperoleh kepuasan. Hasrat ini sering disertai kecenderungan kuat untuk menanti-nantikan dengan penuh harap saat kepuasan itu terjadi pada dirinya (hyper reflection) dan terlalu menghasrati kenikmatan seccara berlebihan yang keduanya saling menunjang dalam memperkuat anticipatory anxiety. Pola reaksi ini sering terdapat pada gangguan seksual (misalnya frigiditas dan impotensi) dan non seksual (misalnya insomnia). Seperti pola reaksi pertama,  kedua pola reaksi ini pun mengembangkan mekanisme lingkaran tak berakhir yang makin memperkuat kecemasan. Untuk mengatasi lingkaran proses yang tak berakhir ini logoterapi “mengguntingnya” dengan teknik-teknik paradoxical intention dan dereflection.

Sumber :

Perbedaan Teori Humanistik Eksistensial dengan Person - Centered Theraphy (Rogers)

Person Centered Therapy (Rogers)

Psikoterapi ini menekankan bahwa prinsip terapi ini tidak hanya diterapkan dalam proses terapi, tetapi prinsip-prinsip terapi ini dapat diterapkan di berbagai setting seperti dalam masyarakat. Dengan meningkatkan keterlibatan hubungan personal dengan klien, terapis lebih aktif & terbuka, lebih memperhatikan pengaruh lingkungan.

Konsep Dasar

1. Menekankan pada dorongan dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu yang berkembang, untuk hidup sehat dan menyesuaikan diri.
2. Menekankan pada unsur atau aspek emosional dan tidak pada aspek intelektual.
3. Menekankan pada situasi yang langsung dihadapi individu, dan tidak pada masa lampau.
4. Menekankan pada hubungan terapeutik sebagai pengalaman dalam perkembangan individu yang bersangkutan.
Tujuan Person Centered Therapy

Diharapkan dapat membantu individu dalam menemukan konsep dirinya sesuai dengan medan fenomenalnya, individu tidak lagi menolak atau mendistorsi pengalaman – pengalaman sebagaimana adannya. Terbuka terhadap pengalamannya, adanya kepercayaan terhadap organismenya sendiri, kehidupan eksistensial yaitu sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan, perasaan bebas dan kreatif.

Fungsi & Peran Terapis


1. Terapis dan klien berada dalam hubungan psikologis.
2. Terapis adalah benar – benar dirinnya sejati dalam berhubungan dengan klien. 
3. Terapis merasa atau menunjukan unconditional positive regard untuk klien. 
4. Terapis menunjukkan rasa empati serta memahami tentang kerangka acuan klien dan memberitahukan pemahamannya kepada klien. 
5. Klien menyadari usaha terapis yang menunjukkan sikap empati berkomunikasi dan menunjukkan unconditioning positive regard kepada klien.

Proses Terapeutik

Terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal – hal yang ada di balik topeng yang dikenakanya. Klien mengembangkan kepura – puraan dan bertopeng sebagai pertahanan diri terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien menghambatnya untuk tampil utuh dihadapan oranglain.

Pengalaman Klien dalam Terapi

1. Klien datang ke konselor dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan. Atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
2. Saat klien menjumpai konselor dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahn yang sedang dialami dan menemukan jalan atas permasalahanya. Perasaan yang dialami klien adalah ketidakmampuan mengatasi kesulitan hidupnya.
3. Pada awal proses konseling , klien menunjukkan perilaku, sikap, dan perasaanya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada konselor secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal – awal ini klien akan cenderung mengeksternalisasikan perasaan dan masalahnya dan mungkin bersifat defensif.
4. Konselor menciptakan kondisi yang ondusif dengan sikap empati dan penghargaan, konselor terus membantu klien untuk mengeksplorasi dirinya secara lebih terbuka.

Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Person-Centered Therapy


Kelebihan pendekatan Person-Centered: 
1.    Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis.
2.    Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
3.    Lebih menekankan pada sikap terapi dari pada teknik.
4.    Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
5.    Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi.
6.    Klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
7.    Klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi

Kekurangan Pendekatan Person Centered:

1.    Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana.
2.    Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan.
3.    Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
4.    Tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya.
5.    Sulit bagi terapis untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
6.    Terapi  menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup.
7.    Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah.
8.    Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.

Karateristik
  • Penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard). Secara jujur dan tulus, terapis harus menyukai kliennya. Terapis tidak harus menyetujui setiap perilaku kliennya, namun ia harus mampu membedakan antara dosa dan pendosa (sins and sinner), perilaku salah dan orang salah.
  • Empati secara akurat (accurate empathy). Ini berarti kemampuan untuk mempersepsi secara akurat dunia internal klien dengan menggunakan cara non-evaluatif. Untuk menunjukkan empati secara akurat, terapis berusaha mengetahui bahwa ia bersungguh-sungguh mengerti apa yang dimaksud klien. Semakin terapis mampu merasakan secara akurat perasaan-perasaan dan makna-makna pribadi yang sedang dialami klien, kemudian mengkomunikasikan pemahaman yang penuh penerimaan ini, maka akan semakin besar kemungkinannya terjadi perubahan pada diri klien dalam proses terapi.
  • Kongruensi dalam hubungan interpersonal (congruence in interpersonal relationship). Kesediaan terapis untuk menjadi dirinya sendiri secara alamiah dan terbuka, dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi ini ditandai dengan hubungan yang tulus dan tidak mengada-ada (realistis).
  • Belajar dari klien (learn from the client). Terapis yang baik harus mampu berdiam diri dan menyimak (active listening). Terapi adalah komunikasi dua arah, sehingga terapis dapat belajar dan memperoleh manfaat tertentu dari hubungan dengan kliennya.


Terapi Humanistik Eksistensial

Konsep Dasar

     Humanistik Therapy menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu dalam terapi humanistik seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri.

Hasil pemikiran dari psikologo humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah satunya adalah dari Carl Rogers dengan Client-Centered Therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Konsep dasar terapi eksistensial adalah mengubah konsep berpikir, dari kondisi merasa lemah dan tidak berdaya menjadi lebih bertanggung jawab dan mampu mengontrol kehidupannya sendiri, menemukan jati dirinya, sehingga menemukan kesadaran diri sendiri yang dapat mengeliminasi perasaan tidak berarti (not being) sedangkan perasaan tidak berarti ini biasanya muncul dalam kondisimerasa tidak berdaya , rasa bersalah ,putus asa dsb.
Konsep teori eksistensialis bukan merupakan sistem terapi yang komprehensif , eksistensialis memandang proses terapi dari susdut pandang suatu paradigma untuk memahami dan mengerti kondisi individu yang sedang bermasalah. Oleh karena itu, terapi eksistensialis memandang klien sebagai manusia bukan sekadar aspek pola perilaku beserta mekanismenya.
· 
Konsep masing-masing prinsip psikologi humanistik adalah sebagai berikut:
1.    Hasrat untuk belajar
2.    Belajar yang berarti
3.    Belajar tanpa ancaman
4.    Belajar atas inisiatif sendiri
5.    Belajar dan perubahan

Konsep Utama: 
  • Kesadaran diri; individu memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri
  • Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan. Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia.
  • Penciptaan makna; individu berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.


    Proses terapi

    Tahapan terapi eksistensialis dilakukan dengan memperhatikan beberapa langkah :
  •     Kesadaran akan tanggung jawab pribadi. Terapi berupaya untuk mengembangkan kemampuan klien untuk menggali perasaan dan perilakunya sendiri. Jika klien mengatakan “ saya tidak menyadari “ terapis mengomentari “ lalu kesadaran itu milik siapa ? “ dan memberikan pandangan bahwasanya tanggung jawab merupakan bagian dari kebebasan . Berdasarkan tanggung jawab yang dimiliki individu memiliki kebebasan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.
  •     Mengenali keinginan klien. Klien perlu belajar bahwa keinginan memberikan makna dalam kehidupan. Keinginan merupakan bagian kehidupan yang harus diwujudkan, hubungan yang mesra , cinta kasih dapat terwujud karena adanya keinginan.
  •     Pengambilan keputusan. Terapis perlu membantu klien untuk belajar membuat keputusan. Strategi yang penting adalah membuat membuat individu belajar mengenai kesiapan individu dalam menerima segala kemungkinan.

Tujuan 

Terapi humanistik adalah membawa individu untuk mengenali dorongan alamiah (innate tendency) untuk meningkatkan dirinya agar mengarah pada pertumbuhan (growth), kematangan (maturity) dan pengayaan hidup(life enrichment) dan memiliki karakteristik sbb :
  • Sikap terapis lebih penting daripada latihan teknis atau keterampilan.  Dalam teori Roger, sikap terapis tersebut hendaknya ditandai dengan tiga ciri pokok: (1) kepekaan memahami pengalaman-pengalaman subjektif dan perasaan-perasaan klien secara akurat, (2) penghargaan positif tanpa syarat atau unconditional positive regards, dan (3) ketulusan (genuineness).
  • Terapis memfasilitasi tumbuhnya suasana yang memungkinkan individu untuk mengenali dorongan terdalam di dalam dirinya yang akan mengarahkan dirinya pada sasaran yang positif dan konstruktif. Kalau manusia dapat diajak untuk melihat sisi dirinya yang terdalam, ia akan mempunyai kesadaran sendiri untuk memperbaiki beberapa perilaku-perilaku yang maladaptif. Perilaku-perilaku maladaptif ini pada dasarnya hanya merupakan topeng atau penampilan semu belaka.
  • Terapis menekankan pemahaman manusia seutuhnya (the whole person). Manusia terndiri dari beberapa lapisan. Ada dua prinsip yang dipraktikkan, yaitu: (1) Adanya tanggung jawab sepenuhnya untuk diri pribadi. Terapis hanya menjadi fasilitator dan “cermin” bagi klien. (2) Pencapaian integrasi diri, yang erat kaitannya dengan konep the whole peron. Dalam hal ini, semua kekurangan dapat diperbaiki, semua ketertinggalan dapat dikejar, semua lubang kelemahan dapat ditutupi, dsb. Ini merupakan pandangan yang optimistik dari terapi humanistik yang hendak ditularkan kepada klien.
  • Terapis menekankan terjadinya perubahan dan perkembangan. Manusia bukan makhluk yang statis, yang menjadi budak kebutuhan-kebutuhan biologis atau terpenjara oleh pengalaman masa lalunya.
  • Menumbuhkan motivasi yang kuat pada diri individu dalam “proses menjadi” (being process). Dalam pendekatan psikologi yang lain, manusia baru berperilaku kalau ia merasakan suatu kekurangan (defisiensi) pada dirinya.


Tujuan Terapeutik

Membantu klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaannya dan potensi yang dimiliki serta sadar bahwa dia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.

Peran Terapis

Memahamkan keberadaan klien bahwa dia ada dalam dunia, penekanan terapis berfokus pada keadaan saai ini.


Sumber :


METODE TERAPI PSIKOANALISA

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama "psikologi analitis" (bahasa Inggris:analitycal psychology) dan "psikologi individual" (bahasa Inggrisindividual psychology) bagi ajaran masing-masing.
Psikoanalisis memiliki tiga penerapan :
1.        suatu metoda penelitian dari pikiran.
2.      suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
3.      suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.
Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi moderen dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi.. Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metoda penelitian terhadap perkembangan anak.

Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya bagi pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.

Metode dasar psikoanalisis adalah interpretasi konflik bawah sadar pasien yang mengganggu kesehariannya, yaitu konflik yang menyebabkan gejala menyakitkan seperti fobia, kecemasan, depresi, dan kompulsi. Strachey (1936) menekankan bahwa mencari tahu bagaimana pasien mendistorsi persepsi tentang analis adalah cara untuk memahami apa yang mungkin telah dilupakan (baca juga makalah Freud "Repeating, Remembering, and Working Through"). Secara khusus, perasaan bermusuhan yang tidak sadar terhadap analis dapat ditemukan dalam reaksi negatif simbolik terhadap apa yang Robert Langs sebut sebagai "kerangka" dari terapi,yaitu berupa susunan yang mencakup waktu setiap sesi, pembayaran biaya, dan kebutuhan berbicara. Pada pasien yang melakukan kesalahan, lupa, atau menunjukkan keanehan lainnya mengenai waktu, biaya, dan berbicara, analis biasanya dapat menemukan berbagai "resistensi" yang tidak sadar terhadap aliran pikiran (kadang-kadang disebut asosiasi bebas).
Ketika pasien bersandar di sofa dan analis berada di luar pandangan, pasien cenderung mengingat lebih, mengalami lebih banyak perlawanan dan transferensi, dan mampu menata pikiran setelah pengembangan wawasan melalui penafsiran analis. Meskipun kehidupan fantasi dapat dipahami melalui pemeriksaan mimpi, fantasi masturbasi (lih. Marcus, I. dan Francis, J. (1975), Masturbation from Infancy to Senescence) juga penting. Analis tertarik pada bagaimana pasien bereaksi terhadap dan menghindari fantasi-fantasi tersebut (lih. Paul Gray (1994), The Ego and the Analysis of Defense). Berbagai kenangan dalam kehidupan awal umumnya terdistorsi. Freud menyebutnya sebagai "screen memory". 

Psikoanalisa merupakan salah satu pendekatan psikologi yang dianggap paling komprehensif dalam teori, metode dan teknik psikoterapi. Psikoanalisa pula yang mengetengahkan konsep ketidaksadaran saat dunia psikologi (aliran fungsionalisme dan strukturalisme; yang kemudian berkembang menjadi psikologi behavioristik dan gestalt) sedang berfokus meneliti aspek kesadaran manusia. Saat ilmu pengetahuan menekankan pada objektivitas dan metode ilmiah, Freud tampil dengan teori klinis yang dibangun melalui model studi kasus yang investigatif. Kedalaman teori psikoanalisa tak lepas dari latar belakang 83 tahun kehidupan dan 50 tahun kerja keras Freud dalam pengembangan teorinya. Teori Freud dikembangkan melalui pengalamannya sebagai dokter yang menangani histeria, perkenalannya dengan Charcot (ahli hipnosis) dan Breuer (rekan kerja Freud dalam menerapkan metode talking cure). Kisah kedekatan Freud dengan ibunya, ketakutan Freud terhadap kematian, kehidupan seksnya yang hambar serta derita Freud pada 33 kali operasi rahang melengkapi teori psikoanalisa Freud. Istilah dan teori Eros-thanatos, Oediphus complex, mimpi dan agresi serta berbagai istilah dalam mekanisme pembelaan ego menggambarkan konsep-konsep yang tidak jauh dari latar belakang kehidupan pribadi Freud. Satu fakta yang menarik yaitu bahwa Freud melakukan sendiri analisis terhadap dirinya setiap hari. Hal ini diberlakukan pula bagi calon psikoanalis, bahwa mereka haruslah menjalani terlebih dahulu terapi psikoanalisa di bawah supervisi psikoanalis senior. Psikoanalisa telah menyederhanakan struktur pribadi dengan membaginya menjadi komponen id, ego dan superego. Masing-masing dengan sifat dan perannya menentukan perilaku, kepribadian dan pola adaptasi dan interaksinya dengan dunia. Ketiganya merupakan komponen yang telah “menyempurnakan pribadi” seorang individu (teori perkembangan psikoseksual). Sehat dan terganggunya mental seseorang ditentukan sejak lima tahun pertama kehidupan seorang individu. Tentu saja banyak hal yang tidak bisa diingat, namun trauma dan keberhasilan individu pada tahap usia tersebut sebagian besar akan masuk dalam alam bawah sadarnya. Dengan demikian, untuk mengatasi gangguan kepribadian, perlu dilakukan pelacakan ke alam pengalaman tidak sadar untuk menemukan kembali “si anak kecil berusia 5 tahun”. Metode asosiasi bebas dan analisis mimpi merupakan dua contoh metode terapi Freud dalam psikoterapinya. 

Dalam teori psikoanalisa, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan super ego.ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1. Id
Id/das es adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk  dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem terebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Dalam menjalankan fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
Untuk keperluan mencapai maksud dan tujuannya itu, id mempunyai perlengkapan berupa dua macam proses, proses yang pertama adalah tindakan-tindakan refleks, yaitu suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera, serta adanya pada individu merupakan bawaan. Proses yang kedua adalah proses primer. Yaitu suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang rumit. Dengan proses primer ini dimaksudkan bahwa id (dan organisme secara keseluruhan) berusaha mengurangi tegangan dengan cara membentuk bayangan dari objek yang bisa mengurangi teganan.
2. Ego
Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan.
Menurut Freud, ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu..
Ego dalam menjalankan fungsinya sebagai perantara dari tuntutan-tuntutan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan dipihak lain. Jadi, fungsi yang paling dasar ego adalah sebagai pemelihara kelangsungan hidup individu.
3. Superego
Superego/das Uberich adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk).
Adapun fungsi utama dari superego adalah :
1.         Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
2.        Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan.
3.       Mendorong individu kepada kesempurnaan.

PENERAPAN PSIKOANALISA DALAM PSIKOTERAPI
1. Penggunaan Asosiasi Bebas
Dengan menggunakan asosiasi bebas, pasien didorong untuk melepaskan seluruh refleksi kesadarannya, mengikuti pemikiran dan perasaannya secara spontan. Sehingga pengungkapan  hal-hal yang terlintas dalam pikiran pasien  tersebut  berjalan dengan lancar.
Asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa satu asosiasi mengarahkan pada hal-hal lain yang terdapat jauh dialam tak sadar. Asosiasi yang diucapkan oleh pasien ditafsirkan sebagai pengungkapan tersamar atau berkedok dari pemikiran atau perasaan yang direpres.
2. Analisis Mimpi
Freud memandang mimpi sebagai jalan utama menuju kea lam tak sadar karena dia melihat isi mimpi ditentukan oleh keinginan-keinginan yang direpres. Mimpi juga bisa ditafsirkan sebagai pemuasan simbolis dari keinginan-keinginan, dan isinya sebagian merefleksikan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awal.
3. Analisis Transferensi
Transferensi adalah fenomena saat pasien menggunakan mekanisme pertahanan ego, dimana impuls tak sadar dialihkan sasarannya dari objek satu ke objek lainnya.
Dalam fenomena transferensi, pasien akan mengalami neurosis transferensi, dimana neurosis transferensi ini membantu memperoleh pemahaman atas cara-cara pasien dalam mengamati, merasakan dan bereaksi terhadap figur orang-orang yang berarti pada awal kehidupannya.
4. Reedukasi
Reedukasi bukanlah suatu teknik terapi psikoanalisa, melainkan suatu upaya mendorong pasien agar memperoleh pemahaman baru atas kehidupan yang dijalaninya. Reedukasi ini dilakukan pada  tahap akhir dari terapi.

Sumber :
http://www.psychoshare.com/file-149/psikologi-kepribadian/sigmund-freud-teori-kepribadian-psikoanalisa.html




Metode Terapis Humanistik Eksistensial

METODE TERAPIS HUMANISTIK EKSISTENSIAL

Istilah analisis eksistensial pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Jerman bernama Martin Heidegger (1889-1976). Ia menulis bahwa metode analisis eksistensial sebagaimana yang di praktikkan dalam bukunya itu sangat pas untuk mengungkap eksistensi manusia sebagaimana manusia itu sendiri bereksistensi. Namun dalam perkembangannya yang lebih kemudian analisis eksistensial berkembang menjadi kajian empiris, seperti dipraktikkan dalam berbagai penelitian serta berbagai penelitian dan praktik psikiatris dan psikologis yang dilakukan oeh Ludwig Binswanger, Victor Frankl, Rollo May, Minskowski, dan lain-lain (May,dkk, 1961; Valle & King, 1978). Melalui mereka, analisis eksistensial bukan lagi kajian filsafat, melainkan menjadi penyelidiKan empiris dan metode terapeutis untuk menangani individu-individu yang bermasalah. Analisis eksistensial itu sendiri adalah suatu metode atau pendekatan yang digunakan untuk mengungkap eksistensi individu secara utuh dan menyeluruh. Pengertian lain oleh Dr.Zainal Abidin, M.Si; analisis eksistensial; 2007. Analisis eksistensial merupakan sebuah pendekatan yang menganalisis dan mengungkap eksistensialisme (apakah itu dalam seni, kesusastraan, filsafat, atau psikologi) dengan cara menghapus dilema lama antara materialisme dan idealisme. Awal kemunculan analisis eksistensial bisa dikatakan sebagai reaksi ketidakpuasan beberapa psikiater dan psikolog terhadap beberapa teori dan praktik psikoanalisis di Eropa Barat dan behaviorism di Amerika Serikat. Mereka tidak puas dengan landasan filsafat vitalisme dan materialisme. Vitalisme menempatkan manusia sebagai bagian dari organisme yang bergerak (berprilaku) karena adanya dorongan biologis (naluri atau id). Materialisme menempatkan manusia dari materi/nature yang berperilaku karena ada stimulus dari luar. Analisis eksistensial berasumsi bahwa manusia, yang menjadi subjek kajian analisis eksistensial, merupakan makhluk yang tidak bisa disubordinasikan atau direduksikan pada angka-angka (statistik) dan pengukuran fisik-mekanistik (biologi) saja, karena dalam dirinya terkandung makna atau nilai personal yang tidak bisa dikuantifikasi dan tidak bisa dijelaskan secara biologi saja. Analisis eksistensial mengacu pada dua disiplin yang berbeda, tetapi satu sama lain saling berhubungan, yakni pada (1) penerapan metode fenomenologi untuk menjelaskan eksistensi manusia dan (2) aplikasi fenomenologis dan temuan-temuan eksistensialisme dalam terapi-terapi psikologis dan psikiatris. Temuan-temuan eksistensialisme mengenai eksistensi dan pengalaman manusia menjadi acuan yang sangat berharga terutama untuk terapi psikologis dan psikiatri, di samping untuk penelitian-penelitian eksistensial, banyak temuan para eksistensialis yang dijadikan sebagai landasan untuk terapi dan penelitian eksistensial. Yang menjadi tujuan penelitian analisis eksistensial pada dasarnya adalah rekonstruksi eksistensi dan pengalaman manusia; oleh sebab itu, peneliti analisis eksistensial harus mengungkap aspek-aspek pengalaman yang sangat esensial pada diri subjek (pasien). Berdasarkan uraian singkat mengenai analisis eksistensial diatas, dapat kita ketahui bahwa keberadaan analisis eksistensial itu sendiri sangat penting dan atau memberikan kontribusi yang cukup besar dalam membantu para psikiater dan psikolog khususnya dalam memahami gelaja pada pasien yang mana gejala itu sendiri tentunya dapat diketahui dengan melihat hal-hal terkait dengan pengalaman real dari pasien itu sendiri.

Sumbangan terpenting terapi eksistensial pada psikologi terutama terletak pada pemahamannya tentang manusia sebagai ada. Dimana manusia dan permasalahannya dapat dianalisis melalui konsep ada dan ketiadaan yang mana merupakan konsep yang menjelaskan keberadaan manusia itu sendiri dalam dunia serta kesadaran akan kematian, namun hal ini diawali dengan adanya perjumpaan antar manusia itu dengan dunianya. Sorotan kedua adalah pengalaman mengenai kecemasan dan rasa bersalah dimana kecemasan bukanlah sesuau yang kita punyai melainkan sesuatu yang membuat kita ada (Kurt Goldstain). Kontribusi analisis eksistensial dalam psikoterapi juga menganalisis mengenai hubungan manusia dengan manusia lain(Mitwelt), penyesuaian diri(Umwelt), kesadaran-diri, perhubungan diri, secara khas hadir dalam diri manusia (Eigenwelt). Manusia hidup dalam Mitwelt, Umwelt, dan Eigenwelt secara simultan. Yang mana ketiganya merupakan cara manusia hidup dalam dunia. Para eksistensial tidak menolak keberadaan masalalu, melainkan melihatnya dalam perspektif masa depan . dimana Umwelt meupakan bagian dari masalalu. Terapis eksistensial yang digunakan dalam praktik psikologi dapat membantu pasien dalam menampung akibat nyata dari pengalaman tersebut dengan menolongnya mengembangkan kapasitas untuk keheningan dan menghindarkan obrolan tidak berguna untuk menghilangkan kekuatan yang mengejutkan dari pertemuan dengan insight. Inti dari kontribusi analisis eksistensial dalam praktik psikologi itu sendiri dapat disimpulkan bahwa, Analisis eksistensial diperlukan oleh psikiater maupun psikolog untuk menganalisis pasien-pasien secara jernih yang mana gejala manusia dan pengalaman-pengalamannya tidak bisa digeneralisasikan begitu saja oleh karena itu perlu adanya pengungkapan yang lebih spesifik, dan analisis eksistensiallah yang dianggap mampu melakukan tugas itu.

Frankl (1959, hlm.174) menjabarkan peran terapis sebagai “spesialis mata daripada sebagai pelukis”, yang bertugas “memperluas dan memperlebar lapangan visual pasien sehingga spektrum kepribadian keseluruhan dari makna dan nilai-nilai menjadi disadari dan dapat diamati oleh pasien”.

          Untuk contoh mengenai bagaimana seorang terapis yang berorientasi eksistensial bekerja dalam pertemuan terapi, bisa ditunjuk klien yang telah diungkapkan di muka. Jika klien mengungkapkan perasaan-perasaannya kepada terapis pada pertemuan terapi, maka terapi akan bertindak sebagai berikut:
  1. memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang dikatakan oleh klien.
  2. Terlibat dalam sejumlah pertanyaan pribadi yang relevan dan pantas tentang pengalaman-pengalaman yang mirip denga yang dialami oleh klien.
  3. Meninta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang tak pasti.
  4. Menantang klien untuk melihat seluruh ccara dia menghidari perbuatan putusan-putusan dan memberikan penilaian terhaap pengindraan itu.
  5. Mendorong klien untuk memrikasa jalan hidupnya periode sejak memulai terapi dengan bertanya: “jika anda bisa secara ajaib kembali kepada cara anda ingat kepada diri anda sebelum terapi, maukah anda melakukannya sekarang?”
  6. beri tahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari apa yang dialaminya sesungguhnya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia: bahwa dia pada akhirnya sendirian, bahwa di harus memutuskan untuk dirinya sendiri, bahwa di akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian putusan-putusan yang dibuat, dan bahwa di akan berjuang untuk menetapkan makna kehidupannya di dunia yang sering tampak tak bermakna.
Terapi eksistensial terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam terapeutiknya, pendekatan eksistensial humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi.Pendekatan eksistensial humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
A. Konsep-konsep utama
1. Pandangan tentang sifat manusia
Psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia.Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada suatu pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien.Ada beberapa konsep utama dari pendekatan eksistensial, yaitu ;
a.  Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri,suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan.
b.  Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan.
Kesadaran atas kebebasan dan tangung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar bagi manusia.
c. Penciptaan makna
Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk yang rasional.

           B. Proses-proses terapeutik
1.  Tujuan-tujuan terapeutik
a. Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar ataskeberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
b. Meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
c. Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakanmemilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korbankekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.
2.  Fungsi dan peran terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memiliki klien sebagai ada dalam dunia.Tehnik yang
digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman.Menurut Buhler dan Allen, para ahli
psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
a. Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
b. Menyadari peran dari tanggung jawab terapis
c. Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
d. Berorientasi pada pertumbuhan
e. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi
f. Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak ditangan klien.
g. Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya

Tugas utama terapis adalah berusaha memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Teknik yang digunakan mengikuti alih-alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para pemahaman. Karena menekankan keleluasaan dalam menggunakan metode-metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
               
               Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan terapis eksistensial dan humanistik ada kesempatan menyangkut tugas-tugas dan tanggung jawab terapis, Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih sistem teknik.

Sumber :

-